Asyiknya Berbagi
Oleh:
Aat Danamihardja (Bobo No. 12/XXX)
“Kak Ita boleh ‘nggak pinjam pulpennya, satu.
Punyaku tintanya habis,” Ully merayu kakaknya. Ita menggeleng.
”Aku juga mau pakai.”
“Kak Ita, kan, sedang menggambar.”
“Memang. Tapi besok aku ada ulangan. Kalau
tintanya habis saat sedang ulangan, bagaimana?”
“Yaa… Kak Ita. Pinjam sebentar, soalnya tanggung,
aku sedang menyalin. Nanti malam pasti aku ganti dengan bolpen baru,” Ully
merayu lagi.
“Kalau kamu mau beli, ya beli sekarang saja.
Kenapa harus nunggu sampai nanti malam.”
“Dasar pelit!” Ully pergi sambil merajuk.
Selalu saja begitu. Buku, pinsil, bolpen, selalu
saja jadi bahan pertengkaran. Ita memang sulit berbagi.
“Kenapa si orang-orang tidak berusaha memenuhi
kebutuhannya sendiri. Selalu merepotkan orang lain saja!“ Ita bersungut ketika
Ully sudah pergi. Tangan Ita sibuk menyelesaikan sketsa gambar yang ditugaskan
gurunya. “Nah, sekarang tinggal mewarnai,” Ita meraih kotak cat air. Dan…” Ya
ampun! Kenapa aku bisa lupa…” Ita terbelalak memandangi tube cat air yang sudah
kempes. Satu persatu dipencet-pencet. Kering semua. Ita lupa kalau cat sudah
habis. Ia memakainya untuk mewarnai gambar Mickey yang ia pajang di dinding
kamar.
“Ully masih punya ‘nggak ya?” Ita bergumam. ”Ih,
buat apa pinjam pada Ully. Itu berarti memberi kesempatan padanya
untuk meminjam barang-barangku. Aku beli saja, ah!” setengah berlari Ita keluar
dari kamarnya. Di pintu depan dia berpapasan dengan Ully.
“Mau ke mana Kak Ita?” Ully heran melihat kakaknya
terburu-buru seperti itu. Ita menunjuk ke depan tanpa menjawab.
“Lapar ya, mau beli pisang goreng….”Ully menggoda.
Ita mendelik.
“Makanan saja yang ada di pikiranmu. Beli cat
air!”
“Kak Ita….”Ully mau mengucapkan sesuatu tapi tak
jadi sebab Ita keburu lari. ”Heran, Kak Ita tak pernah mau minta bantuan
padaku. Coba kalau dia ngomong sama aku. Pasti kuberitahu kalau di warung depan
itu tak ada cat air. Dan aku akan kasih pinjam cat airku,” Ully bergumam.
Di dalam kamar Ully menimang-nimang cat air
miliknya. “Kak Ita pasti dimarahi Bu Guru kalau gambarnya tidak selesai. Aku
harus menolongnya. Tapi….biar saja deh. Dia juga pelit,” Ully memasukkan lagi
kotak cat air ke dalam laci. ”Tapi kata Mama kita tidak boleh membiarkan orang
yang memerlukan pertolongan,“ Ully mengeluarkan lagi kotak cat airnya.
“Kupinjamkan… jangan… pinjamkan… jangan….” Ully menghitung-hitung jarinya. “Ah…
kupinjamkan saja. Kasihan Kak Ita.”
Dengan berjingkat-jingkat ia masuk ke kamar Ita.
Lalu menaruh kotak cat air di meja belajar. Tapi belum sempat Ully keluar pintu
kamar, Ita sudah keburu datang.
“Berani-beraninya kamu masuk kamarku tanpa ijin.
Mau apa kamu? “Ita langsung sewot.” Ayo keluar!” Ita mendorong Ully
keluar kamar sebelum Ully sempat memberi penjelasan. Ita menutup pintu dengan
kasar, lalu menghempaskan tubuhnya di kursi. “Uh! Apa yang harus kulakukan.
Gambar harus selesai. Di warung tak ada cat air. Pinjam sama Ully? Amit-amit!
Eh, apa itu?” Mata Ita tertumbuk pada sebuah benda di atas meja belajar. Kotak
cat air. Dia sangat terkejut ketika membaca sebaris nama di tutup kotak itu.
”Ully…” Ita berbisik. “Ully masuk ke kamarku untuk meminjamkan cat air… Ah, dia
pasti ada maunya!” Ita meraih kotak cat air, lalu bergegas menuju kamar Ully.
“Aku tidak memerlukan ini. Kamu pasti ingin aku
meminjamkan pulpenku,” ujar Ita sambil meletakkan kotak cat air di meja Ully.
Sejenak Ully bengong. Lalu lalu menggeleng.
”Aku sudah beli tadi. Ini!” Ully mengacungkan
pulpen yang baru dibelinya. ”Aku pinjamkan itu karena aku tahu Kak Ita pasti
memerlukannya.”
“Kamu….?” Ita menatap Ully lekat-lekat. Ully
mengangguk mantap.
“Pakai saja, isinya masih banyak kok.” Ita
ragu-ragu. Ully mengangsurkan kotak cat air ke tangan kakaknya. Malu-malu Ita
meraihnya, lalu memeluk Ully erat-erat. Ita menyesal selama ini selalu
berprasangka buruk pada adiknya. Bahkan pada orang-orang di sekelilingnya. Hari
ini Ita sadar. Jika mau berbagi, hidup jadi terasa lebih menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar