BUNGA CHERRY
Di suatu puri, hiduplah seorang bangsawan dengan putri
tunggalnya yang jelita, bernama Manuella. Orang-orang biasa memanggilnya Putri
Manu. Sejak kecil Manuella tidak memiliki ibu lagi. Ayahnya sangat
menyayanginya. Segala keinginan Manuella selalu dipenuhi. Ini membuat Manuella
menjadi sangat manja. Semua yang ia inginkan harus ia dapatkan. Dan ayahnya
belum pernah menolak keinginan Manuella. Malah selalu segera mengabulkannya.
Salah satu kegemaran Manuella adalah berganti-ganti
pakaian. Dalam satu hari ia dapat berganti pakaian empat sampai lima kali. Di kamarnya terdapat
enam lemari pakaian yang indah. Namun ia belum merasa puas.
"Ayah, lemari pakaian Manu telah penuh. Buatkan
lemari pakaian yang baru dan besar ya," pintanya pada suatu
hari."Tentu anakku. Ayah akan segera memanggil tukang kayu terpandai di
negeri ini. Dan menyuruhnya membuat lemari pakaian di sepanjang lantai atas
puri ini.""Oh Ayah! Manu tidak sabar menunggu lemari itu selesai. Dan
mengisinya dengan pakaian-pakaian yang indah…"
Ayahnya tertawa sambil memeluk Manuella dengan penuh
kasih sayang. Dibelainya rambut anaknya yang berwarna keemasan. Begitulah
kehidupan Manuella dari tahun ke tahun.
Pada suatu hari di musim semi, ayahnya
berteriak-teriak memanggil Manuella."Manuella, kemari, Nak! Ayah ingin
berbicara denganmu."Seminggu lagi hari ulang tahun Manuella yang ke 17.
Ayahnya akan mengadakan pesta besar untuknya. Anak-anak bangsawan dari berbagai
negeri akan diundangnya. Mendengar hal itu Manuella menari-nari
gembira."Ayah, di pesta itu Manu ingin memakai gaun terindah. Dan ingin
menjadi putri tercantik di dunia.""Anakku, kaulah putri tercantik
yang pernah Ayah lihat! Ayah akan segera mendatangkan para penjual kain. Juga
memanggil penjahit terkenal untuk merancang gaun yang terindah untukmu…"
Keesokan harinya datanglah para penjual kain dari
berbagai negara. Mereka membawa kain-kain yang terindah. Manuella sangat
gembira. Setelah memilih-milih, ia menemukan selembar kain sutera putih,
seputih salju. Sangat halus dan indah luar biasa. Seorang penjahit yang
terkenal segera merancang, mengukur dan menjahit gaun yang sesuai dengan
keinginan Manuella. Manuella sangat puas melihat gaun barunya. Segera
dikenakannya gaun itu, lalu menari-nari di depan kaca. Rambutnya yang panjang
terurai keemasan…
"Hm, kau sungguh putri tercantik di dunia. Setiap
tamu akan kagum padamu nanti," gumam Manuella sambil meneliti apa lagi
yang kurang pada penampilannya. Tiba-tiba ia sadar, tidak ada hiasan di
kepalanya. Ia segera mencari ayahnya,"Ayah, Manu perlu hiasan untuk rambut
Manu….""Anakku, kenakan saja mahkota emasmu. Cocok dengan rambutmu
yang keemasan," kata ayahnya."Akh, Manu bosan ayah.." jawab
Manuella."Bagaimana kalau mahkota berlian? Ayah akan segera memesannya
jika kau mau," bujuk ayahnya."Tidak, tidak! semua itu tidak cocok
dengan baju dan rambut Manu" teriak Manuella."Oh..anakku..mutiara
yang dikenakan ibumu ketika ia menikah dengan ayah sangat indah, kau boleh
memakainya nak…ayah ambilkan ya…"kata ayahnya dengan sabar."Tidak.
Manu ingin yang lain yang terindah," katanya sambil berlari menuju halaman."Manuella,
kembali anakku, sebentar lagi akan datang tamu-tamu kita" teriak ayahnya.
Tapi Manuella tak mau mendengar ayahnya, ia berlari ke halaman yang dipenuhi
dengan pohon-pohon cheri, dimana bunga-bunganya yang putih bersih memenuhi
setiap ranting-rantingnya, sehingga cabang dan rantingnya yang berwarna cokelat
hampir tak tampak lagi.
Manuella berlari dari satu pohon ke pohon yang lain,
dan tiba-tiba ia berpikir "Betapa indahnya bunga-bunga cheri ini, aku
ingin merangkainya menjadi mahkotaku." Ketika tangannya akan meraih sebuah
bunga, terdengarlah suara yang halus.
"Jangan sentuh kami, jauhilah kami. Kalau tidak,
kami akan mengubahmu menjadi bunga!" Manuella menoleh ke kiri dan ke
kanan, tapi ia tak melihat seorang pun. Ia berlari ke sebuah pohon yang lain,
dan ketika ia akan memetik bunganya, terdengar lagi suara yang sama.
Dengan penuh kejengkelan berteriaklah Manuella sambil
memandang pohon itu, "Hai, dengar! Tak ada seorang pun di negeri ini yang
dapat melarangku, dan semua orang di negeri ini tahu, segala keinginanku harus
terpenuhi! Siapa yang berani melarangku?"
Tiba-tiba bertiuplah angin dan bersamaan dengan itu
terdengarlah suara yang halus. "Dengar Manuella, tak ada seorang pun di
dunia ini yang bisa mendapatkan segala yang diinginkannya. Tidak juga
kau…"
"Bohong, bohong, selama ini segala keinginanku
selalu dipenuhi, dan sekarang aku akan memetik bunga-bunga ini untuk mahkotaku,
dan tak seorang pun berhak melarangku" teriak Manuella sambil menendang
pohon-pohon disekitarnya.
"Kau akan menyesal Manuella, jika tidak kau jauhi
kami…"
Dan ketika tangan Manuella menyentuh sebuah bunga,
berubahlah ia menjadi bunga, di antara bunga-bunga cheri yang lain yang ada di
pohon itu. Ia menangis menyesali segalanya, tapi sudah terlambat. Ia melihat
tamu-tamu berdatangan. Ia mendengar suara tawa tamu-tamunya, tapi ia tak dapat
ikut serta. Ia menangis dan menjerit-jerit, tapi tak seorang pun mendengarnya.
Hari semakin sore, lampu-lampu di seluruh puri
dinyalakan, musik mulai diputar dan seluruh tamu yang diundang telah datang. Ayahnya
bingung mencari Manuella diseluruh puri, kemudian ia bersama para pelayan
mencari Manuella diseluruh halaman sambil berteriak.
"Manuella…Manuella….dimana kau nak…."
Manuella dapat mendengar suara ayahnya dan para pelayan yang berteriak-teriak
memanggilnya. Ketika ia melihat ayahnya berdiri tepat di bawahnya, ia berusaha
berteriak sekuat tenaga, tapi ayahnya tak dapat mendengar suaranya dan ia mulai
menangis, air matanya menetes dan jatuh ke kepala ayahnya. Manuella melihat
bagaimana ayahnya mengusap air yang menetes di kepalanya, dan bergumam
perlahan.
"Akh …mulai hujan, di mana engkau bersembunyi
anakku.." Dengan menundukkan kepala ia kembali ke puri dan menyuruh
seluruh pelayannya kembali karena dipikirnya sebentar lagi akan turun hujan.
Setelah tamu terakhir meninggalkan puri, dan musik
dihentikan, sang ayah diam termangu di depan jendela. Lampu-lampu puri
dibiarkan menyala semua, karena ia berpikir anaknya akan kembali dan ia akan
dapat dengan mudah melihat jalan menuju puri.
"Anakku, diluar dingin. Dimana engkau
nak…kembalilah anakku. Ayah sangat kuatir" gumam ayahnya seorang diri
dengan sedih. Tiba-tiba bertiuplah angin yang membawa sura jerit Manuella
"Ayah…ayah…tolong Manu ayah…tolong…"
"Manuella…Manuella…di mana engkau nak, ayah
datang…ayah akan segera datang nak" teriak ayahnya dengan penuh harapan.
Ia segera membangunkan para pelayan untuk mencari Manuella di sekitar puri dan
di seluruh halaman sekali lagi. Mereka mencari Manuella setapak demi setapak,
tapi sampai pagi merekah, Manuella tak pernah ditemukan kembali.
Sang ayah telah putus asa, dan ia berhari-hari hanya
duduk di depan jendela, menanti angin datang yang kadang-kadang membawa jeritan
anak tercintanya. Ia yakin itu suara anaknya, tapi ia tak pernah tahu dari mana
suara itu sampai akhir hayatnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar