GENDANG AJAIB
Dahulu kala di
Jepang, hiduplah seorang pemuda bernama Hikaru. Kedua orang tua mereka telah
lama meninggal. Hikaru sangat rajin membantu kakaknya menjual kayu di pasar.
Tiap hari, ia masuk ke hutan untuk mencari kayu.
Suatu hari,
saat ia berada di hutan, tiba-tiba terdengar rintihan kesakitan. Hikaru segera
mencari asal suara itu. Dan, tampak seorang kakek tertindih dahan besar."Nak!"
pinta si kakek saat melihat Hikaru. "Tolong aku! Aku sudah tak tahan
lagi."
Hikaru segera
menolong kakek itu. Ia memakai sebatang kayu untuk mencungkil dahan pohon."Kek,
aku akan menghitung sampai tiga. Pada hitungan ke tiga, Kakek lompat keluar
ya!" Si kakek mengangguk. Dengan sekuat tenaga, Hikaru mencungkil dahan
besar itu. Akhirnya si kakek berhasil keluar.
"Kau
sangat baik, Nak! Hadiah apa yang kau inginkan?" tanya si kakek gembira.
"Hho… hho," Hikaru terengah-engah. "Tidak perlu, Kek. Aku ikhlas
menolong."
Kakek itu
lalu mengambil sebuah gendang kecil dari kayu. Di kedua sisinya bergambar naga
yang terbuat dari kulit kambing. Yang satu berlatar belakang warna kuning, yang
satu lagi ungu.
"Aku
hanya punya gendang ajaib ini. Terimalah!" "Ajaib?" tanya Hikaru
heran.
Tetapi
pertanyaan tidak dijawab. Sang kakek langsung hilang sekejap mata. "Hiii…
hantuuu…" Ia berlari keluar hutan.
Esoknya
Hikaru tak mau lagi ke hutan. Takut mengalami hal seperti kemarin. Sorenya,
Hikaru tidur-tiduran di bukit belakang gubuknya. Ia termenung memikirkan
bagaimana cara membantu kakaknya selagi tidak ke hutan. Mendadak terbayang
wajah kakek yang pernah ditolongnya. "Tak mungkin ia mencelakakanku. Aku kan pernah menolongnya,"
pikir Hikaru lalu merogoh gendang pemberian si kakek dari tasnya. "Apa
benar ini gendang ajaib?" Hikaru mengamati gendang itu.
Ia memukul
sisi yang kuning. "Tidak terjadi apa-apa?" Ia memukul sisi ungu satu
kali. Tidak ada yang berubah. Dia memukul sisi ungu sekali lagi.
Sekonyong-konyong hidungnya panjang. "Aaah!" Hikaru kaget dan melepas
gendang itu. "Hidungku! Kenapa panjang begini?" ia panik.
Ia meraih
kembali gendang tadi. Dengan ragu ia memukul sisi kuning. Mendadak hidungnya
yang panjang memendek. Akhirnya normal kembali. Hikaru lega.
"Ah, aku
mengerti sekarang. Ini adalah Gendang Pemanjang Hidung yang ramai dibicarakan
orang. Ah, asyik juga untuk mainan!"
Hikaru
memanjangkan dan memendekkan hidung sambil tidur-tiduran. Ia mengarahkan hidungnya
ke langit. Ia menabuh gendang itu bertalu-talu sampai hidungnya menembus awan.
Setelah puas, ia memukul sisi kuning untuk menormalkan hidungnya.
"Lho,
kok tidak bisa balik?!" serunya panik. Hari mulai gelap. Hikaru mencoba
memukul gendang itu sebanyak mungkin. Kekonyong-konyong tubuhnya melesat cepat.
"Aaaah!" teriak Hikaru.
Beberapa saat
kemudian, setelah menembus awan, ia melihat sebuah istana kecil di langit.
Tubuhnya berhenti melesat dan hidungnya normal kembali. Namun ia melihat ada
ikatan tali di ujung hidungnya. Rupanya ada seseorang yang mengikat hidungnya
di sebuah tiang. Di dekat rumah itu ada pria berjanggut sedang menyiram air.
"Hei!" seru Hikaru. "Kenapa kau mengikat hidungku?" Orang
itu tergopoh-gopoh menghampiri Hikaru.
"Oh,
maaf. Aku tidak tahu itu hidungmu. Kukira itu tangga buatan dewa langit untuk
turun ke bumi." "Jadi kau dewa, ya?" Hikaru mengamati orang itu.
"Betul, aku Dewa Hujan, " ujarnya memperkenalkan diri. "Kau
siapa, manusia bumi?" "Saya Hikaru!" "Begini saja,"
tawarnya. "Kamu tinggal di sini, membantuku memberi hujan pada penduduk
bumi. Bagaimana?"
Setelah
berpikir, Hikaru berkata, "Baiklah, Dewa. Tapi hanya untuk sementara kan. Soalnya aku harus
membantu kakakku mencari nafkah."
Esok
siangnya, Hikaru mulai membantu Dewa menurunkan hujan ke bumi. "Aku mau
menurunkan hujan di desaku!" pintanya pada Dewa. Sang Dewa mengangguk.
Dari atas awan ia membuang air langit dengan baskom besar. "Horeee!"
teriaknya ketika melihat penduduk di desanya kegirangan menyambut hujan.
"Eh, itu kakakku!" serunya. Tampak kakaknya lari tunggang langgang
menyelamatkan pakaian yang sedang dijemur.
Tiba-tiba,
"Aaaaah!" karena kurang hati-hati, pijakan kakinya lepas dari awan.
Hikaru terjatuh. Badannya melayang-layang di angkasa. Ia diterbangkan angin ke
negeri yang jauh sekali.
Buuk! Hikaru
jatuh tepat di atas jerami kandang kuda istana. "Waduh, sakit!"
jeritnya. "Negeri apa, ini?" tanyanya dalam hati. Ia berjalan
mengelilingi tempat itu. Tiba-tiba tampak seorang putri cantik melintasi taman.
"Wah, cantik sekali dia!" Hikaru bersembunyi di balik pohon.
"Andai ia jadi istriku!"
Hikaru
mendapat akal. Ia mengambil gendangnya dan memukul sisi yang ungu. Seketika
hidung sang putri menjadi panjang. Putri pun pingsan melihat hidungnya.
Sore itu
juga, disebarkan pengumuman oleh kerajaan. Bunyinya, "Barang siapa yang
bisa mengobati sakit putri, jika lelaki akan dijadikan suami, jika perempuan
akan dijadikan sudara." Berbondong-bondong tabib datang ke istana. Akan
tetapi semua menyerah. Salah seorang dukun berkata, "Ini hanya bisa
disembuhkan dengan gendang ajaib."
Hikaru lalu
datang ke istana. Di pintu gerbang ia tidak diperbolehkan masuk ke istana.
Penjaga gerbang menyangka Hiraku hanya bermain-main. Sebab tidak seperti tabib.
Tetapi, setelah memperlihatkan gendangnya, ia lantas diperbolehkan masuk.
Hikaru memukul sekali sisi kuning gendangnya. Hidung sang putri langsung
memendek. Dan sesuai janji, raja menikahkan putrinya dengan Hikaru. Tentu saja
Hikaru tak lupa menjemput kakaknya, dan mereka hidup bahagia di istana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar